Posting tamu berikut diambil dari tulisan bapak Paul Doko di harian Timor Express Kupang, tgl. 8 Oktober 2007. Terima kasih pak Paul yang bersedia berbagi info ini sehingga bisa diabadikan di Internet. Seperti yang terbaca di akhir posting, tulisan ini dan LPM I.H. Doko punya andil dalam mengusulkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar Prof.DR.Ir. Herman Johannes dianugerahi gelar Pahlawan Nasional yang sudah terkabul bulan ini. Foto-foto keluarga Johannes adalah foto keluarga yang saya terima dari berbagai sumber. Terima kasih buat para kontributor, terutama Henny Meka-Johannes, Danny Johannes dan Helmi Johannes, serta bapak Paul Doko.
Warga NTT mengenal baik nama Prof.DR.W.Z. Johannes, seorang tokoh kedokteran asal NTT yang oleh Pemerintah RI telah dianugerahi penghargaan berupa gelar Pahlawan Nasional dan namanyapun telah diabadikan sebagai nama RSU Kupang serta sebuah jalan dikota Kupang. Tapi tidak banyak yang mengenal nama Prof. DR. Ir. Herman Johannes, seorang tokoh pejuang paripurna asal NTT yang hidupnya diabdikan bagi Bangsa dan Negara Indonesia melalui bidang ilmu, tekhnologi, politik bahkan perjuangan bersenjata.
Lahir didesa Keka pulau Rote pada tanggal 12 Mei 1912 sebagai anak ke 4 dari 6 putra-putri pasangan Daniel Abia Johannes dengan Aranci Dirk, Herman Johannes muda harus meninggalkan desa dan Sekolah Melayu yang hanya diikutinya selama setahun, agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pada Europesche Lagere School (ELS) di Kupang.
Kepindahan ini adalah berkat dorongan Daniel Abia Johanness, sang ayah yang memiliki pandangan luas serta mengutamakan pendidikan anak-anaknya. Dengan gaji yang sangat terbatas sebagai seorang guru desa merangkap guru agama, beliau berusaha keras agar semua anaknya memperoleh pendidikan yang pantas walaupun itu berarti mereka harus merantau meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarganya. Herman Johannes dalam usia masih belia berangkat ke Makassar untuk melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan kemudian dilanjutkan ke AMS (Algemeene Middelbare School) di Batavia dan selanjutnya pada Technische Hooge School di Bandung tahun 1934 yang baru dapat diselesaikannya pada tahun 1946 di Sekolah Tinggi Tehnik Bandung yang karena faktor keamanan, untuk sementara waktu diungsikan ke Yogyakarta. AMS dapat diselesaikannya tepat waktu dengan memperoleh nilai tertinggi, sehingga ia berhasil memdapat beasiswa ke THS.
Waktu senggangnya dimasa kuliah digunakannya untuk kegiatan organisasi dan menulis karangan ilmiah. Tulisan-tulisannya mendapat perhatian besar dan pujian dari pimpinan fakultas dan kalangan akademisi sehingga lolos seleksi untuk dimuat dalam majalah De Ingenieur in Nederlandsch Indie dan akhirnya mendapat penghargaan dari Koningklijk Instituut van Ingenieurs di Belanda. Masih dalam status sebagai mahasiswa, Herman Johannes telah dipercaya untuk menjadi dosen pada Sekolah Menengah Tinggi Jakarta , Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, Solo dan Klaten, Sekolah Tinggi Tehnik Bandung (dalam pengungsian) di Yogyakarta serta pada Akademi Militer di Yogya.
Pada masa kuliah pada THS di Bandung inilah, Herman Johannes yang sangat aktif dalam berorganisasi bertemu dengan pemuda-pemuda pelajar asal Timor yang bersekolah di Bandung. Bersama-sama dengan Simon K.Tibuludji, Izaak Huru Doko, Josef Toelle dan Chris Ndaumanu, Herman mendirikan perkumpulan Timorsche Jongeren yang kemudian diubah menjadi Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT). Ini merupakan awal keterlibatan Herman dalam bidang politik yang kemudian akan mengantarnya menjadi salah seorang pendiri Partai Indonesia Raya dan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Cita-cita Herman sejak kecil adalah menggali ilmu sedalam-dalamnya melalui pendidikan tinggi, sehingga ia menolak tawaran beasiswa dari Pemerintah Hindia Belanda yang mengharuskannya masuk ke sekolah calon pegawai negeri / Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) setamat ELS. Tidak pernah pula terlintas dalam pikirannya untuk menjadi tentara, namun ternyata takdir berkata lain.
Berbekal pengetahuannya dibidang fisika dan kimia, bantuannya sering diminta oleh para pemuda pejuang untuk merakit senjata api dan membuat detonator serta alat peledak. Tugas ini dapat dikerjakannya dengan baik berkat fasilitas laboratorium Sekolah Tinggi Kedokteran yang bebas digunakannya.
Peran penting yang dijalankannya ini ternyata mendapat perhatian dari Markas Teringgi Tentara di Yogyakarta, yang kemudian memerintahkannya untuk segera datang ke Yogya guna membuka dan sekaligus memimpun sebuah laboratorium persenjataan. Untuk tugas tersebut Herman diangkat sebagai anggota militer dengan pangkat Mayor, jabatan dan karier yang tidak pernah diimpikannya tapi ia terima dengan penuh tanggung jawab demi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai anggota tentara, Herman tidak hanya berjuang di garis belakang dengan mengelola dan memimpin laboratorium persenjataan yang merakit senjata dan membuat bom serta granat, tapi ia ikut aktif di garis depan bersama pasukan Taruna Akademi Militer di bawah komando Kolonel Djatikusumo serta memimpin Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK). Jabatan dan pangkat kemiliterannya ini ia lepaskan setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda tahun 1950 untuk dapat kembali mengabdi dalam bidang pendidikan
Kembali ke kehidupan sipil, Herman diangkat oleh Presiden Sukarno menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dalam kabinet Moh.Natsir.
Setelah melepaskan pangkat Mayor dan jabatan sebagai Menteri, ia kembali meneruskan cita-citanya menjadi dosen dengan pangkat Mahaguru yang disandangnya sejak tahun 1948 dan kemudian berturut-turut dipercaya sebagai Dekan Fakultas Tehnik UGM, Dekan Fakultas Ilmu Pasti dan Alam UGM dan akhirnya sebagai Rektor UGM.
Pensiun baginya bukanlah masa istirahat, beliau tetap giat berkarya menekuni berbagai jabatan antara lain sebagai Koordinator Perguruan Tinggi DIY-Jawa Tengah, Ketua Regional Science and Development Center Yogyakarta, Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi), anggota Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia, anggota Dewan Riset Nasional, Pengurus Legiun Veteran Pusat, dll.
Setelah melepaskan pangkat Mayor dan jabatan sebagai Menteri, ia kembali meneruskan cita-citanya menjadi dosen dengan pangkat Mahaguru yang disandangnya sejak tahun 1948 dan kemudian berturut-turut dipercaya sebagai Dekan Fakultas Tehnik UGM, Dekan Fakultas Ilmu Pasti dan Alam UGM dan akhirnya sebagai Rektor UGM.
Pensiun baginya bukanlah masa istirahat, beliau tetap giat berkarya menekuni berbagai jabatan antara lain sebagai Koordinator Perguruan Tinggi DIY-Jawa Tengah, Ketua Regional Science and Development Center Yogyakarta, Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi), anggota Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia, anggota Dewan Riset Nasional, Pengurus Legiun Veteran Pusat, dll.
Karya-karya tulisnya, baik yang dibukukan maupun dalam bentuk makalah serta pandangan-pandangannya yang dimuat dalam surat kabar, merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu dan teknologi antara lain mengenai fisika modern, matematika untuk ekonomi, gaya bahasa keilmuan, kamus istilah Ilmu dan Teknologi, sumber energi alternatif, listrik tenaga panas laut, manfaat lamtoro gung, teknologi yang dibutuhkan Indonesia, anglo hemat energi dan pandangan kritisnya mengenai Timor Gap. Salah satu karya tulisnya “Fusi Dingin dalam Tabung Lucutan” dikerjakan pada saat-saat akhir hidupnya dan diselesaikan di ruang perawatannya.
Tokoh Herman Johannes adalah contoh pribadi yang serius, tekun dan penuh tanggung jawab, pribadi yang mengutamakan kerja serta pengabdian. Hari-hari hidupnya diisi dengan berkarya, sedangkan rekreasi dan hiburan untuk kesenangan pribadi hampir-hampir terabaikan, begitu pula masa-masa indah saat remajanya yang seolah terlupakan demi kerja serta tugas-tugas yang diembannya.
Baru pada usia 43 tahun yaitu dalam bulan Mei 1955 beliau menikah dengan putri seorang raja Rote, Attie M.G. Amalo. Dari perkawinan ini beliau memperoleh 4 orang anak, masing-masing Christine, Henriette, Daniel dan Helmi.
Sampai akhir hayatnya Herman Johannes tetap rendah hati dan sederhana. Penghargaan-penghargaan serta tanda-tanda kehormatan yang diterima dari berbagai kalangan atas karya dan jasa-jasanya tidak membuatnya menjadi tinggi hati dan angkuh. Gelar Doktor Honoris Causa dipersembahkan Universitas Gajah Mada kepadanya, Sultan Hamengku Buwono IX menganugerahi penghargaan, Keluarga Alumni Tehnik Gajah Mada (KATGAMA) mengabadikan nama Prof. DR. Ir. Herman Johannes pada sebuah jalan di kota Yogyakarta dan sebuah penghargaan untuk karya utama penelitian dalam bidang ilmu dan teknologi diberi nama Herman Johannes Award.
Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahinya Bintang Gerilya, Satya lencana Pejuang Kemerdekaan, Satya Lencana Wirakarya, Bintang Mahaputera, Bintang Legiun Veteran dan melalui Keputusan Presiden RI no. 80 tahun 1996 nama Herman Johannes diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya kawasan hutan Sisinemi-Sanam di Kabupaten Kupang.
sumber : http://28oktober.net/prof-dr-ir-herman-johannes-pejuang-yang-terlupakan-di-daerah-asalnya-sendiri/
No comments:
Post a Comment