TutupJangan Lupa Klik Like Dan Follow ya!

Saturday, March 14, 2015

kumpulan puisi Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)

Kepada Saudaraku M. Natsir

Meskipun bersilang keris di leher

Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir

Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri

Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum - mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham

Hidup dan mati bersama -sama

Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu …….!



Hati Sanubari

Biarkanlah saya menyebut apa yang terasa;

Kemudian tuan bebas memberi saya nama
dengan apa yang tuan sukai;
Saya adalah pemberi maaf,
dan perangai saya adalah mudah, tidak sulit.

Cuma rasa hati sanubari itu

tidaklah dapat saya menjualnya;
Katakanlah kepadaku, demi Tuhan.
Adakah rasa hati sanubari itu bisa dijual?





Roda Pedati

Nasib makhluk adalah laksana roda pedati
Ia turun dan ia naik, silih berganti
Demikian kehendak Tuhan Rabbul Izzati
Kita menunggu kadar,
kita berharap dan menanti..




Taubat


di hamparan kain yang lusuh
jiwa tertunduk dan bersimpuh
memohon ampun dari yang maha pengampun
atas segala dosa-dosa
yang mencemari raga yang semakin renta

kami hanyalah setitik debu yang hina
yang rapuh dan tak lupa
dari hilaf serta dosa
tersadar didalam gelisah

setelah begitu jauh melangkah

setelah begitu jauh melangkah
setelah terlalu lama terlena
akan kenikmatan nafsu dunia fatamorgana
mungkinkah kan mengelupas dari tubuh
kotoran-kotoran yang telah mendarah daging menjadi satu
kami tahu..

tubuh yang telah terbalut dosa

takkan bisa disucikan
walau degan seluas samodra

ya Alloh
apapun kehendakmu kami ihklas
biarkan air mata ini menetes
bukan karena air mata derita
biarkan air mata ini mengalir
karena air mata bahagia
disisa-sisa ahkir nafas
berilah yang terbaik
kami yakin ENGKAU MAHA segalanya
kan terima taubat kami
sebelum nyawa terlepas dari raga





Di atas runtuhan Melaka

Lama penyair termenung seorang diri
ingat Melayu kala jayanya
pusat kebesaran nenek bahari

Di sini dahulu laksamana Hang Tuah

satria moyang Melayu sejati
jaya perkasa gagah dan mewah
"tidak Melayu hilang di bumi"

Di sini dahulu payung berkembang

megah bendahara Seri Maharaja
bendahara cerdik tumpuan dagang
lubuk budi laut bicara

Pun banyak pula penjual negeri

mengharap emas perak bertimba
untuk keuntungan diri sendiri
biarlah bangsa menjadi hamba

Inilah sebab bangsaku jatuh

baik dahulu atau sekarang
inilah sebabnya kakinya lumpuh
menjadi budak jajahan orang

Sakitnya bangsaku bukan di luar

tapi terhunjam di dalam nyawa
walau diubat walau ditawar
semangat hancur apakan daya

Janji Tuhan sudah tajalli

mulialah umat yang teguh iman
Allah tak pernah mungkir janji
tarikh riwayat jadi pedoman

malang mujur nasibnya bangsa

turun dan naik silih berganti
terhenyak lemah naik perkasa
tergantung atas usaha sendiri

Riwayat lama tutuplah sudah

sekarang buka lembaran baru
baik hentikan termenung gundah
apalah guna lama terharu

Bangunlah kekasih ku umat Melayu

belahan asal satu turunan
bercampur darah dari dahulu
persamaan nasib jadi kenangan

Semangat yang lemah buanglah jauh

jiwa yang kecil segera besarkan
yakin percaya iman pun teguh
zaman hadapan penuh harapan






Nikmat Hidup
Setelah diri bertambah besar
Di tempat kecil tak muat lagi
Setelah harga bertambah tinggi
Orangpun segan datang menawar
Rumit beredar di tempat kecil
Kerap bertemu kawan yang culas
Laksana ombak di dalam gelas
Diri merasa bagai terpencil
Walaupun musnah harta dan benda
Harga diri janganlah jatuh
Binaan pertama walaupun runtuh
Kerja yang baru mulailah pula
Pahlawan budi tak pernah menganggur
Khdmat hidup sambung bersambung
Kadang turun kadang membubung
Sampai istirahat di liang kubur
Tahan haus, tahanlah lapar
Bertemu sulit hendaklah tentang
Memohon-mohon djadikan pantang
Dari mengemis biar terkapar
Hanya dua tempat bertanya
Pertama Tuhan, kedua hati
Dari mulai hidup sampaipun mati
Timbangan insan tidaklah sama
Hanya sekali singgah ke alam
Sesudah mati tak balik lagi
Baru ‘rang tahu siapa diri
Setelah tidur di kubur kelam
Selama nampak tubuh jasmani
Gelanggang malaikat bersama setan
Ada pujian ada celaan
Lulus ujian siapa berani
Jika hartamu sudah tak ada
Belumlah engkau bernama rugi
Jika berani tak ada lagi
Separo kekayaan porak-poranda
Musnah segala apa yang ada
Jikalau jatuh martabat diri
Wajahpun muram hilanglah sari
Ratapan batin dosa namanya
Jikalau dasar budimu culas
Tidaklah berubah karena pangkat
Bertambah tinggi jenjang ditingkat
Perangai asal bertambah jelas
Tatkala engkau menjadi palu
Beranilah memukul habis-habisan
Tiba giliran jadi landasan
Tahanlah pukulan biar bertalu
Ada nasehat saya terima
,,Menyatakan pikiran baik berhenti
Sebab ‘lah banyak orang yang benci
Supaya engkau aman sentosa”
Menahan pikiran aku tak mungkin
Menumpul kalam aku tak kuasa
Merdeka berpikir gagah perkasa
Berani menyebut, yang aku jakin
Celalah saya, makilah saya
Akan kusambut bertabah hati
Ada yang suka, ada jang benci
Hiasan hidup di alam maya
Kalaulah timbul tengkar-bertengkar
Antara yang benci dengan yang sayang
Itulah alamat sudah membayang
Kewajiban hidup telah kubayar
“Wahai diriku teruslah maju
Di tengah jalan jangan berhenti
Sebelum ajal, janganlah , , mati”
Keridhaan Allah, itulah tuju”