“Yen Dewi Sartika jeung Oto Iskandar Dinata kudu dipieling ku urang Sunda saban taun minangka Ibu jeung Bapa Sunda” (Kongres Pamuda Sunda, 5-7 November 1956)
Bapa Sunda merupakan sebuah bentuk
pengakuan komunitas masyarakat Sunda kepada Pahlawan Nasional asal
Kabupaten Bandung ini. Perjalanan panjang bangsa ini dalam
memperjuangkan kemerdekaan, diantaranya tidak terpisahkan dari peran
dan kontribusi tokoh yang satu ini. Sejarah mencatat begitu banyak jasa
yang telah diberikan oleh Si Jalak Harupat dalam ruang lingkup
nasional pada fase perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia maupun
dalam memajukan etnis masyarakat Sunda terutama dalam bidang
pendidikan, melalui sepak terjangnya di Organisasi Paguyuban Pasundan
kurun waktu periode 1931 sampai dibubarkan oleh pendudukan tentara
Jepang pada tahun 1942.
Bojong Soang merupakan tempat kelahiran
R. Otto Iskandar Dinata. Tepatnya pada tanggal 31 Maret 1897 dari
pasangan Raden Haji Rachmat Adam, yang pada waktu itu merupakan Kuwu
Desa Bojongsoang dan ibunda yang bernama Nyi Raden Siti Hatijah.
Perjalanan Sang Tokoh
Dari beberapa literatur bacaan tentang
pejuang yang namanya diabadikan menjadi nama ruas jalan di kota-kota di
Indonesia ini, tidak pernah terungkap dimana beliau menamatkan sekolah
pendidikan dasarnya (Sekolah Rakyat). Sejarah baru mencatat untuk Kweek School Onderbouw-nya (Sekolah Guru Bawah) ditempuh di Bandung, kemudian melanjutkan pendidikan di kota Purworejo, yaitu Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas). Pada masa pendidikan di SGA, R. Otto mulai sering membaca koran De Express
yang kita tahu koran ini diasuh oleh Douwes Dekker. Kegiatan membacanya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Koran sehabis dibaca diselipkan di
bantal tempat tidurnya. Ini dilakukan karena koran tersebut dianggap
ilegal dan dilarang keras untuk beredar oleh Pemerintah Kolonialisme
Belanda pada saat itu.
Pada tahun 1923, setelah beberapa tahun
mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di salah satu sekolah di Jawa
Tengah, Si Jalak Harupat menikah dengan muridnya sendiri yang bernama
Soekirah, putri asisten Wedana di Bojonegoro.
Tahun 1923, mulailah beliau terlibat di
organisasi besar pada jamannya dengan masuk menjadi anggota perkumpulan
Boedi Oetomo cabang Bandung, kiprahnya tidak tanggung-tanggung beliau
langsung menjadi salah satu tokoh sentral di organisasi tersebut dengan
menjadi Wakil Ketua, dan menjadi Ketua pada bulan Desember tahun 1928.
Setelah aktif berkiprah di Boedi Oetomo,
tahun 1931 beliau aktif pula di Paguyuban Pasundan dan pada tahun itu
juga terpilih menjadi Ketua pengurus besar organisasi tersebut di
Bandung. Tahun 1931-1941 dilantik menjadi anggota Volksraad (Dewan
Perwakilan Rakyat). Kemudian menjadi anggota BPUPKI sekaligus ikut
merancang UUD 1945. Dalam sidang PPKI tepatnya pada tanggal 19 Agustus
1945 menjadi orang pertama yang mengusulkan agar Soekarno-Hatta menjadi
Presiden dan Wakil Presiden. Setelah Indonesia merdeka R. Otto Iskandar
Dinata dipercaya oleh Presiden pada saat itu untuk memangku jabatan
sebagai Menteri Negara Urusan Keamanan.
Meninggal dunia secara tragis
Ketika menjabat sebagai Menteri Negara
Urusan Keamanan, keadaan Pemerintahan Republik Indonesia belum stabil.
Pemberontakan di dalam negeri dan adanya rongrongan dari Pemerintah
Imperialis Belanda yang masih ingin menancapkan kukunya di Nusantara
menyebabkan situasi negara menjadi tidak aman. Keadaan menyebabkan
adanya saling curiga diantara tokoh dan pejabat negara selama kurun
waktu yang tidak menentu tersebut.
Pencetus jargon perjuangan Indonesia yang sangat populer di kalangan pejuang kala itu yaitu pekik “Merdeka”
meninggal dunia secara tragis dengan cara dibunuh, setelah sebelumnya
ditahan selama sepuluh hari. Tepatnya tanggal 10 Desember 1945 diculik oleh
Laskar Hitam atas tuduhan sebagai mata-mata Jepang.
Empat bulan sebelum dibunuh, seperti
sudah ada firasat. Pejuang yang nama julukannya disematkan sebagai nama
sebuah stadion sepak bola di Kabupaten Bandung, melalui ucapannya yang
di kutif oleh Surat Kabar Tjahaya Edisi 21 Agustus 1945 mengatakan “Kalaoe
Indonesia Merdeka boleh diteboes dengan djiwa seorang anak Indonesia,
Saja telah memadjoekan diri sebagai kandidat jang pertama oentoek
pengorbanan ini” (Buku Si Jalak Harupat, Biografi R. Otto karya Prof. Dr. Hj. Nina Lubis).
Kematian tokoh yang satu ini tidak
serta-merta dapat terungkap, baik motif dibalik pembunuhan maupun otak
dari pelaku pembunuhan tersebut. Hal ini mungkin bisa dimaklumi karena
keadaan negara yang masih darurat. Setelah 11 tahun baru pelakunya
bisa ditangkap. Tepatnya pada tahun 1956. Melalui kerja keras yang tidak
kenal menyerah, Komisaris Polisi II Moch. Enduh berhasil menangkap
pelaku yang merupakan anggota Laskar Hitam, yaitu Mujitaba. Meskipun
kasusnya dilanjutkan ke Meja Hijau, namun motif dan otak pelaku dibalik
pembunuhan sampai sekarang masih samar dan belum terungkap. Disinyalir
Mujitaba hanyalah orang yang disuruh untuk melakukan pembunuhan itu.
Figur Tokoh Sunda sepanjang masa
Si Jalak Harupat, merupakan nama julukan
bagi R. Otto Iskandar Dinata. Julukan tersebut disematkan karena
keberaniannya dalam berbicara dan bertindak. Bukan hanya musuh yang
takut dibuatnya. Teman seperjuangannya pun segan dan hormat kepada
beliau. Kharisma dan keberaniannya di kalangan tokoh pemimpin Sunda
hanya bisa disamai oleh Pangeran Kornel dari Sumedang.
Kepemimpinan dan
kecintaannya terhadap komunitas ke-Sunda-an dibuktikan melalui Paguyuban
Pasundan (PP) yang dipimpinnya, dalam rentang waktu tahun 1931 sampai
1942, PP telah berhasil membangun 51 unit sekolah ber-arsitektur Julang
Ngapak yang tersebar di 36 daerah Jawa Barat dan Banten.
~ Dadi Margana ~
sumber : https://smknegri3cimahiutara.wordpress.com/suara-siswa/
No comments:
Post a Comment