Dimana-mana di seluruh pelosok tanah air kita, Sjahrir menjadi buah mulut segenap rakyat Indonesia.
“Kami berdiri di belakang Sjahrir!”, kata satu golongan. “Kami menyerahkan perundingan kepada Sjahrir!”, kata yang lain pula.
Demikianlah bulatnya kepercayaan segenap rakyat kepada manusia kecil yang berjiwa besar itu. Agaknya tidak sebanyak yang mempercayai dan mengagumi namanya, orang yang mengetahui keadaan dirinya
Soetan Sjahrir adalah seorang yang berbadan kecil, tingginya 1,45 m, beratnya 45,5 kg.
Ini adalah menurut keterangan dari wartawan Amerika yang senantiasa melingkungi Sjahrir semenjak ia menjadi Perdana Menteri yang paling muda di dunia dan Perdana Menteri yang pertama di Indonesia. Ia seorang yang senantiasa tersenyum simpul serta mempunyai semangat berjuang yang sangat besar karena ia adalah seorang yang berani mati untuk hidup.
Ia dilahirkan tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatera.
Sesudah tamat sekolah rendah dan menengah pertama di Medan, ia melanjutkan pelajarannya di AMS Bandung. Setelah lulus dari AMS dia meneruskan pelajaran ke negeri Belanda, di Amsterdam.
~ Algemeene Middelbare School adalah Sekolah Menengah Atas pada zaman kolonial Belanda di Indonesia ~
Ketika itu ia baru berusia 20 tahun tapi ternyata ia telah giat dalam lapangan pergerakan rakyat. Dia telah banyak bekerja di lapangan pemberantasan buta huruf dan usaha mendirikan Volksuniversiteit. Karena jasa-jasanya, ia diangkat menjadi penulis dari Perhimpunan Indonesia, yaitu perserikatan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda.
~ Di Sekolah Menengah Atas, Sjahrir bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan bernama Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat) sebuah aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu. ~
Selama belajar di Eropa ia telah menyelam jiwa Barat dengan lebih mendalam untuk mengenali jiwa Barat yang membuat Eropa mempunyai kemajuan dunia yang sangat pesat dan melampaui kemajuan Timur. Sehingga kota Amsterdam, kota pelabuhan yang paling besar itu lebih dikenalnya daripada orang Belanda sendiri.
Tidak saja ia mengenali segala jalan-jalannya, dia telah mengenal jiwa-jiwa bangsa Belanda yang sebenar-benarnya. Hal ini tentu saja sangat penting bagi seorang yang akan mengepalai perundingan antara bangsanya dengan bangsa Belanda di belakang hari agar ia dapat mengatur siasat yang tepat dan jitu.
Untuk meninjau keadaan di Indonesia, ia telah kembali ke Jawa tahun 1932 sebelum ia sempat menempuh ujian mencapai gelaran di sekolah tinggi.
Baginya gelaran itu tidaklah mempunyai harga begitu tinggi, sehingga dalam catatannya, orang yang bertitel itu hanyalah “pemegang titel” sahaja.
Sesampai di Jawa ia mencemplungkan dirinya ke dalam Pendidikan Nasional Indonesia bersama-sama Drs. Mohammad Hatta. Gerakan PNI yang bermaksud mempertinggikan kecerdasan rakyat murba dianggap oleh Belanda di waktu itu berbahaya, sehingga Drs. Mohammad Hatta berikut Sjahrir dan kawan-kawannya yang lain ditahan dalam penjara Cipinang.
~ kata “murba” berarti “rendah” atau “rakyat jelata”, diambil dari bahasa Sansekerta. Pada tahun 1944, Tan Malaka yang sedang berkunjung ke Museum Nasional menemukan definisi kata “murba” yang dikenal dalam kisah laskar dalam cerita-cerita Ken Arok pada zaman Singosari. ~
Dalam sel penjara itulah Sjahrir baru merasakan betul apa arti “merdeka” yang sesungguh-sungguhnya; dan di waktu itulah timbul di dadanya semangat perjuangan yang besar untuk menuntut kemerdekaan yang diingin-inginkan secara lebih meresap selama ia di dalam sel itu.
Apabila di waktu masih duduk di atas bangku sekolah AMS Bandung ia mesti diam menurut gertak sambal gurunya tentang arti perkataan merdeka, sekarang ia merasakan bahwa apabila gurunya itu dapat mengalami sendiri perasaan orang di sel dengan tidak insyaf akan dosanya, tentu sekali guru itu akan lebih menghargakan kemerdekaan serta akan melukiskan arti perkataan kemerdekaan secara lebih jitu dan tidak terpengaruh oleh kemabukan kolonial.
Dalam tahanan itu ia merasakan ganjilnya sistem penjajahan yang dapat memperlakukan rakyatnya dengan sewenang-wenang.
Tanggal 8 Desember 1934 ia menerima beslit (surat keputusan - pen.) pembuangan ke Boven Digul. Di waktu itu beslit diterimanya, dia menuliskan catatannya kira-kira begini :
“Waktu saya terima putusan pengasingan, seolah-olah saya diperingatkan atas pertalian saya dengan nasib dan penderitaan rakyat saya yang berjumlah puluh miliunan. Bukankah penderitaan kami sendiri hanyalah sebahagiaan kecil dari penderitaan besar dan umum dari seluruh rakyat, dan bukankah penderitaan ini merupakan satu tali pengikat yang kuat dan kekal antara kita?
Sekarang saya mungkin mesti berpisah dengan segala apa yang saya cintai, di dunia ini; sekarang saya merasa terikat lebih kekal pada rakyat, dan saya lebih mencintai mereka dari dahulunya.
Sering kita berselisih dengan mereka. Bagi rakyat, saya sering dianggap terlalu “abstrak”, terlalu ke-Barat-an, sedang bagi saya mereka itu terlalu pelan (lambat, menyebabkan saya putus asa). Mereka membikin saya selalu jengkel, tetapi nasib mereka dan tujuan hidup saya adalah satu. Kita telah terikat dan tetap terikat menjadi satu!
Sekarang – dipecahkanlah keuntungan saya – dipecah (korbankan) lah keuntungan keluarga saya – saya diminta berkorban buat rakyat saya; sekarang lenyaplah segala dendam hati saya; sekarang cuma ada ketinggalan perasaan bersatu dan perasaan terikat pada rakyat yang mengalami nasib buruk ini”.
Sjahrir dipisahkan dari anak istri dan keluarga, sehingga mereka mesti berpisah sejak tahun 1932 sampai sekarang ini.
Sjahrir menjadi umpan nyamuk malaria di Digul tetapi Sjahrir sebagai manusia yang agung telah menunjukkan sikap yang mulia terhadap orang-orang Belanda. Ia telah perlihatkan sifat-sifat manusia agung dengan usahanya mengembalikan orang-orang tawanan APWI, supaya mereka itu dapat ..... berkumpul pula dengan keluarganya masing-masing!
Dengan diambilnya tindakan untuk mengembalikan orang-orang tahanan APWI (Allied Prisoners of War and Internees) supaya mereka dapat berkumpul kembali dengan keluarganya masing-masing, ternyata bukan saja Sjahrir dapat nama baik di mata internasional tetapi derajat penghargaan terhadap bangsa Indonesia telah turut naik tinggi di kalangan internasional yang merupakan keuntungan besar bagi perjuangan bangsa Indonesia yang menuntut kemerdekaan sebagai hak yang paling suci dari tiap-tiap manusia dan bangsa.
Sikap Sjahrir yang rela mengorbankan kesenangannnya untuk rakyat, karena merasa bersatu dengan rakyat, menjadikan dia dapat menawan hati segala teman sepembuangan di Digul.
Walaupun ia dapat hak istimewa sebagai seorang intelektuil, ia tidaklah mau mempergunakan hak itu bahkan ia tetap memperhatikan serta membela kepentingan teman-temannya sepembuangan.
Selama dalam pembuangan Sjahrir telah memperlihatkan kemajuan selaku pemimpin yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak dapat ditawar sama sekali. Sering ia memajukan perundingan dengan “cipier” (sipir – pen.) untuk menuntut hak sebagai manusia dari orang interniran (tawanan – pen.) di Digul itu.
Lantaran itulah maka kepadanya diserahkan oleh rakyat kepercayaan untuk berunding, karena rakyat percaya bahwa ia tidak sudi membantu kembalinya penjajahan seperti yang dituduhkan oleh orang-orang yang iri hati atau orang ang sebenarnya penjahat negara yang menerbitkan kekacauan sahaja, yang berakibat dengan penculikan atas dirinya, tersebab segala rintangan yang mereka usahakan atas perjalanan yang mesti dilalui Sjahrir dalam lapangan politik dan diplomasi luar negeri, ternyata dapat dilaluinya dengan gampang sebab ia mempunyai pemandangan yang tajam dan tangkas dalam tindakan.
Perundingan terhadap Belanda ini dalam tangan Sjahrir sesungguhnya adalah dalam tangan yang tepat sebab Sjahrir selain daripada mengetahui wataknya Belanda, pun ia berhati keras, tidak dapat ditawar serta memiliki pemandangan luas dan jitu sehat dalam mengambil tindakan.
Tahun 1933 Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda Neira dimana mereka dapat berkumpul dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo. Selama pembuangan, Sjahrir memperhatikan soal-soal dunia dengan teliti karena ia yakin bahwa nasib Indonesia tergantung pula pada kejadian-kejadian di dunia.
Dalam catatannya diramalkan bahwa aliran sosialisme akan terus maju serta imperialisme tak akan terus berkuasa di dunia; dan perubahan demikian itu pasti melahirkan akibat kebaikan bagi Indonesia.
Kekuasaan Nazi memang sangat dicela sehingga pada waktu itu perang dunia ke II dimulai, Sjahrir telah menyatakan dalam berpihak kepada kaum demokrat, pada pihak yang menentang Nazi-isme dan dia bersedia untuk mendidik rakyat antifasistis. Tapi baru tahun 1942 Sjahrir diperkenankan kembali ke Jawa yaitu bersama-sama Ir. Soekarno, Drs. Hatta, Dr. Tjipto dan lain-lainnya. Pemerintah berniat meminta bantuan mereka di Jakarta tapi Sjahrir ternyata seorang yang tetap pendiriannya.
Ia minta hapuskan Digul lebih dahulu, tetapi Belanda tak dapat meluluskannya dengan langsung hingga Jepang pada tanggal 1 Maret 1942 mendarat di Jawa dan mencegah usahanya Belanda membawa Sjahrir dan Hatta ke Australia.
Di zaman Jepang Sjahrir tidak mau kerja bersama-sama dengan Jepang. Ir. Soekarno dan Hatta yang bekerja bersama-sama dengan Jepang ternyata membantu usaha-usaha Sjahrir mengadakan aksi rahasia merintangi Jepang memperkuat kedudukannya sebagai penjajah.
Dalam aksi ini Drs. Hatta banyak sekali membantunya. Dengan gaji yang diterimanya dari Jepang, Hatta membantu gerakan rahasia yang dipimpin Sjahrir serta Mr. Amir Sjarifoedin.
Sesudah Mr. Sjarifoedin ditangkap, Sjahrir-lah yang bekerja aktif meneruskan gerakan rahasia tersebut. Ia mondar-mandir mendidik pemuda, memberi kursus secara rahasia menebalkan keinsyafan bahwa penjajahan Jepang harus dilawan, dirintangi, dan pemuda Indonesia yang cinta bangsa harus siap mengatur perjuangan menuntut kemerdekaan.
Banyak pemuda yang dilatih oleh Sjahrir yang dengan sengaja dimasukkan dalam kalangan Seinendan, Peta dan lain-lain pendirian Jepang supaya dapat menularkan semangat antifasis Jepang, semangat antipenjajahan. Di Jakarta disusun kader; di Surabaya Sjahrir sering datang memberikan latihan.
Lantaran itulah Sjahrir dikenal banyak oleh pemuda gemblengan dan dihargakan sangat tinggi sebagai pemimpin. Lantaran itu pulalah yang menyebabkan ketika ia diculik, banyak sekali pemuda dari Jawa Timur dengan semangat bernyala-nyala berangkat ke Jawa Tengah untuk memerdekakannya sehingga pertempuran di front Surabaya dianggap enteng oleh mereka dan memerdekakan Sjahrir kembali sebagai pemimpin yang membela Republik Indonesia lebih wajib dilakukan.
Itulah yang menyebabkan pertempuran front Surabaya pada tanggal 28 Juni 1946 hampir-hampir kosong.
Waktu Jepang menyerah tanggal 15 Agustus 1945, gerakan rahasia yang dipimpin Sjahrir lantas bekerja dan menjadi salah satu pendorong besar buat memaklumkan Republik Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 5 sore.
Usaha untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang yang ragu-ragu menyerahkan kekuasaan pada pihak Indonesia ternyata dapat diatur dengan rapih di pulau Jawa dan Sumatera.
Amir Sjarifoedin yang baru dimerdekakan dari bui Lowok baru, Malang, sesudahnya umurnya Republik Indonesia puluhan hari, maka dikerjakanlah perubahan susunan pemerintahan.
Usulnya kepada KNI (Komite Nasional Indonesia – pen.) pusat di Jakarta dan disusun oleh Sjahrir diterima baik, lalu dibentuk satu kabinet yang bertanggungjawab pada masyarakat rakyat. Sjahrir dipilih menjadi Perdana Menteri pertama. Rencana politik yang dijelaskannya dalam “Perjuangan Manfest” dari 1 November 1945 membikin prestise Sjahrir naik membumbung di antara kaum terpelajar Indonesia.
Sejak ia dipilih menjadi Perdana Menteri, ia telah perlihatkan kecakapan sebagai seorang ahli negara. Ia telah mewarisi beberapa soal yang belum dapat diselesaikan oleh kabinet pertama seperti soal Surabaya, Magelang, Ambarawa, Bandung dan lain-lain. Waktu itu kedudukan Republik masih goyah tetapi dengan tenang Sjahrir mengambil over tindakan-tindakan yang paling tepat sehingga Inggris terpaksa mengirimkan diplomatnya yang paling ulung dan paling jempol ke Indonesia yaitu Sir Achibald Clark Kerr.
Pun pertemuan dengan diplomat yang ulung ini tidak dapat membikin Sjahrir berhati gentar; dan waktu pertemuan yang pertama wakil Inggris dan Belanda memperlihatkan muka yang muram tetapi Sjahrir selamanya tersenyum simpul sehingga seorang pembesar tanya apakah ia tak terpengaruh oleh keruhan suasana di waktu itu, Sjahrir menjawab “ah! Saya telah biasa berurusan dengan Hoofd Commisaaris v. politie”.
~ Hoofd Commisaaris van politie = kepala polisi wilayah ~
Sjahrir memang dapat kepercayaan dari bahagian yang terbesar dari rakyat Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pernyataan dari pemuda-pemuda yang berada di Indonesia dan suara-suara yang terbanyak dari wakil-wakil di Malino yang menyatakan berdiri di belakang Sjahrir, dan suka mempercayakan perundingan sama Belanda pada kebijaksanaan Sjahrir.
Sebagai penutup, baiklah kami kutip pengakuan dari Kadt jang membilang bahwa Indonesia adalah satu negeri yang beruntung karena dalam waktu perjuangan segenting sekarang ini, Indonesia mempunyai seorang Staatsman (negarawan – pen.) yang besar dan cakap serta seorang Manusia yang begitu mulia sebagai pemimpinnya yaitu B u n g S j a h r i r.
sumber : www.sutansjahrir.com
~ Jacques de Kadt (lahir 30 Juli 1897 di Oss - meninggal 16 April 1988 di Santpoort) adalah politisi, sastrawan dan pemikir politik yang menonjol dan sering kontroversial pada abad ke-20 dari Belanda. ~
sumber : www.sutansjahrir.com
No comments:
Post a Comment